MENCEGAH KORUPSI MELALUI AKHLAKUL KARIMAH
Tidak ada cara lain untuk menyelamatkan diri selain membangun etika (akhlak) dan integritas, karena integritas akan menghidupkan kembali kesadaran beragama, menciptakan kedamaian dan ketenangan dalam hidup serta akan tercapainya kemuliaan hidup dan keridhaan Alloh.
Salah satu aspek penting dari tujuan hukum Islam (maqasidu syariah) adalah perlindungan harta benda (hifdzu mal). Perlindungan terhadap harta benda agar tidak ada yang merugikan atau dirugikan dilakukan dengan mengedepankan akhlak, akhlak yang mulia sesuai dengan misi diutusnya Rasulullah (sallallahu 'alayhi wasallam) untuk menyempurnakan akhlak-akhlak yang baik, dan akhlak yang baik tidak akan terwujud tanpa keimanan yang kuat yang menjadi inti agama.
Kata iman berasal dari kata aman, amin dan amanah atau integritas. Kehilangan integritas berarti kehilangan martabat kita. Kerugian materiil bisa dicari, namun kalo hilangnya integritas mau kemana hendak di cari.
Perilaku korup timbul karena nafsu duniawi yang tidak terkendali. Nabi Shallallahu 'alayhi wasallam memperingatkan bahwa cinta dunia adalah sumber segala kejahatan (ro'su kullu kotiah). Keinginan akan kekayaan tanpa akhlak akan membuat keinginan menjadi kaya yang menghalalkan apapun prosesnya (kaya tanpa harus bekerja), maka akan muncul budaya instan, nabras dan jalan pintas (korupsi).
Mempunyai agama yang lugas-lurus (hanif) menuntut pengendalian hawa nafsu. Kalau kita menuruti hawa nafsu maka kita akan mencintai dunia dan tidak akan pernah puas, karena hakikat dunia adalah kecintaan yang tidak akan pernah cukup, khawatir tidak pernah tenang, beraktivitas tidak pernah penakut, pemalu.dan ber etika. Tingginya keinginan duniawi akan membuat hati nurani menjadi mati dan kesenangan yang tidak ada puasnya.
Dalam persepsi Islam, banyak sekali ayat dan hadits yang menjelaskan kedudukan atau hukum korupsi dalam sudut pandang Islam, diantaranya adalah firman Allah subhanahu wata'ala dalam surat al-Baqarah ayat 188.
alloh subhanahu wata'ala berfirman:
وَلَا تَأْكُلُوْٓا اَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوْا بِهَآ اِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوْا فَرِيْقًا مِّنْ اَمْوَالِ النَّاسِ بِالْاِثْمِ وَاَنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ
Artinya : “Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahuinya”.(QS Al Baqoroh :188).
Dari ayat di atas jelas sekali bahwa ajaran Islam melarang kita mengambil harta orang lain secara tidak benar. Dan “dilarang” dalam arti aslinya berarti “haram”. Dalam arti yang luas, ketika seseorang melakukan korupsi, sebenarnya ia telah melakukan suatu dosa yang tentunya akan menjadi tanggung jawabnya seumur hidup di dunia dan di akhirat.
Jelasnya dalam undang-undang no. 31 Tahun 1999 UU No. 20/2001, tindak pidana korupsi dijelaskan dalam 13 pasal. Jenis tindak pidana korupsi pada dasarnya terbagi dalam 7 kelompok tindak pidana korupsi dan tindak pidana lain yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi, yaitu:
1-Pertama, merugikan keuangan negara.
2-Kedua,suap-menyuap.
3-Ketiga, penggelapan dalam kekuasaan.
4-Keempat,pemerasan.
5-Kelima, perilaku curang.
6-Keenam, benturan kepentingan dalam pengadaan.
7-Ketujuh,gratifikasi.
Maka sudah saatnya kita menggaungkan semangat melawan dan hindari korupsi. Selanjutnya dalam Al-Qur'an surat an-Nisa' ayat 29 Alloh mengingatkan.
Alloh subhanahu wata'ala berfirman:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَأْكُلُوْٓا اَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ اِلَّآ اَنْ تَكُوْنَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِّنْكُمْ ۗ وَلَا تَقْتُلُوْٓا اَنْفُسَكُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيْمًا
Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan harta sesamamu dengan cara yang batil (tidak benar), kecuali berupa perniagaan atas dasar suka sama suka di antara kamu. Janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.”(QS An Nisa' :29).
Dari sini jelas bahwa mengambil harta yang bukan milik seseorang (termasuk korupsi) adalah haram, sebagaimana halnya zina, pembunuhan dan perbuatan sejenisnya adalah haram. Oleh karena itu, semakin jelas bahwa ajaran Islam memerintahkan seluruh umat Islam untuk menjauhi praktik korupsi. Mewujudkan tatanan kehidupan yang lebih sejahtera yang dipenuhi rahmat Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Sebaliknya perbuatan korupsi selain riswah adalah ghulul.seseorang yang melakukan ghulul yaitu mengambil harta orang lain secara sembunyi-sembunyi, kelak pada hari kiamat akan datang dengan membawa barang-barang yang dicurinya dan tidak akan menyembunyikannya, maka ia akan mendapat balasan atas perbuatannya, sebagaimana dijelaskan dalam Tafsir Al-Qur'an. Kementerian Agama Republik Indonesia.
Di antara dosa-dosa besar yang dianggap remeh oleh kebanyakan orang adalah Al-ghulul. Al-Ghulul artinya mengambil sesuatu yang bukan miliknya dari harta bersama atau menggunakan inventaris kantor untuk kepentingan pribadi atau keluarga dan bukan untuk kepentingan umum.
Ancaman terhadap pelaku ghulul disebutkan dalam Al-Qur'an,
Allah subhanahu wata'ala berfirman:
وَمَا كَانَ لِنَبِيٍّ اَنْ يَّغُلَّ ۗوَمَنْ يَّغْلُلْ يَأْتِ بِمَا غَلَّ يَوْمَ الْقِيٰمَةِ ۚ ثُمَّ تُوَفّٰى كُلُّ نَفْسٍ مَّا كَسَبَتْ وَهُمْ لَا يُظْلَمُوْنَ
Artinya : “Tidak layak seorang nabi menyelewengkan (harta rampasan perang). Siapa yang menyelewengkan-nya, niscaya pada hari Kiamat dia akan datang membawa apa yang diselewengkannya itu. Kemudian, setiap orang akan diberi balasan secara sempurna sesuai apa yang mereka lakukan dan mereka tidak dizalimi:” (QS Ali Imran :161).
Belakangan, istilah ghulul digunakan untuk menyebut pengkhianatan dalam urusan harta benda sebagaimana dijelaskan oleh Rasulullah Shallallahu 'alayhi wasallam, hadiah yang diterima oleh seorang pejabat atau penguasa sebagai akibat dari jabatannya. dilarang oleh Allah subhanahu wata'ala.
Rasulullah shollallohu 'alaihi wasallam bersabda:
مَنِ اسْتَعْمَلْنَاهُ عَلَى عَمَلٍ فَرَزَقْنَاهُ رِزْقًا فَمَا أَخَذَ بَعْدَ ذَلِكَ فَهُوَ غُلُولٌ
“Barangsiapa yang kami pekerjakan dalam suatu pekerjaan,lalu dia mendapatkan gaji dari pekerjaan tersebut,maka apapun yang ia dapatkan (hadiah atau tips). dari pekerjaan tersebut itulah yang disebut ghulul (pengkhianatan hadiah):"(HR Abu Dawud :2943).
Dalam riwayat lain, Rasulullah shollallohu 'alaihi wasallam bersabda:
هَدَايَا الْعُمَّالِ غُلُولٌ
"Hadiah bagi pekerja ( pegawai/pejabat) adalah ghulul (Hadiah pengkhianatan):”(HR Ahmad 5/424, Irwa’ul Gholil 2622).
Dari Abu Humaid as-Sa'idi, Radhiyallahu anhu mengatakan bahwa Rasulullah sallallahu 'alayhi wasallam pernah mempekerjakan seseorang dari suku al-Azdi bernama Ibnu al-Lutbiyyah untuk mengelola zakat.
Setelah selesai bekerja, dia menghadap Rasulullah dan berkata kepadanya: "Ini untukmu dan ini untukku. Aku diberi hadiahkan. Mendengar hal itu, Rasulullah berdiri naik ke mimbar dan berkata:
" Apa yang terjadi dengan petugas zakat yang kami utus? Dia datang dan berkata: "Ini hadiah untukmu dan ini hadiah untukku! Cobalah ia duduk di rumah ayah atau ibunya dan lihat apakah dia menerima hadiah atau tidak? Demi Allah." , tidaklah seorangpun yang datang dengan mengambil sesuatu yang tidak benar, melainkan dia akan datang membawanya pada hari kiamat, lalu dia mengalungkannya di lehernya. (Jika dia mengambil) seekor unta, maka akan keluar suara untu. Jika itu sapi, maka akan terdengar suara sapi; Kalau kambing, maka akan mengeluarkan suara kambing. Kemudian beliau mengangkat kedua tangannya, sehingga kita dapat melihat ketiaknya yang putih,beliau (sallallahu 'alayhi wasallam) berkata: “Wahai Allah! saya sudah menyampaikannya:"(HR Bukhari dan Muslim).
Sebagaimana diriwayatkan dalam Tafsir Ibnu Katsir, ayat ini diturunkan pada Perang Badar, dimana sebagian sahabat melakukan korupsi dalam pembagian ghanimah. Ibnu Jarir meriwayatkan dari Qatadah dan Ar-Rabi' ibnu Anas.
Ibnu Katsir menjelaskan bahwa ayat ini mengandung ancaman dan peringatan yang keras dan sunnah juga menyebutkan larangan tersebut dalam berbagai hadits.
Allah SWT berfirman dalam QS Ali Imran ayat 161:
وَمَا كَانَ لِنَبِيٍّ اَنْ يَّغُلَّ ۗوَمَنْ يَّغْلُلْ يَأْتِ بِمَا غَلَّ يَوْمَ الْقِيٰمَةِ ۚ ثُمَّ تُوَفّٰى كُلُّ نَفْسٍ مَّا كَسَبَتْ وَهُمْ لَا يُظْلَمُوْنَ
Artinya : “Tidak layak seorang nabi menyelewengkan (harta rampasan perang). Siapa yang menyelewengkan-nya, niscaya pada hari Kiamat dia akan datang membawa apa yang diselewengkannya itu. Kemudian, setiap orang akan diberi balasan secara sempurna sesuai apa yang mereka lakukan dan mereka tidak dizalimi.” (QS Ali Imran :161).
Tidak ada jalan lain untuk menyelamatkan kita selain dengan cara kita membangun akhlak moralitas dan integritas, mengapa karena integritas akan menghasilkan kesadaran beragama, menciptakan kedamaian dan ketenangan dalam hidup, dan akan mencapai kemuliaan hidup dan keridhaan Ilahi, sedangkan ketidakjujuran akan menciptakan kesulitan dalam hidup, kematian hati nurani, penghinaan diri dan murka ilahi.
Semoga kita sebagai keluarga umat muslim warga Indonesia pada umumnya senantiasa dilindungi dari hawa nafsu duniawi yang merusak akhlak hati nurani kita yang baik.
Aamiin ya robbal 'alamin.
Posting Komentar untuk "MENCEGAH KORUPSI MELALUI AKHLAKUL KARIMAH"