KENAPA KITA SEBAIKNYA JANGAN KENCING BERDIRI
ISLAM MENGAJARKAN SEBAIKNYA KENCING SAMBIL JONGKOK
Nabi saw pernah buang air kecil dalam Posisi berdiri karena kedaruratan tempat dan keadaan. Sebagaimana yang diceritan oleh Hudzaifah, ia berkata:
رَأَيْتُنِي أَنَا وَالنَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَتَمَاشَى فَأَتَى سُبَاطَةَ قَوْمٍ خَلْفَ حَائِطٍ فَقَامَ كَمَا يَقُومُ أَحَدُكُمْ فَبَالَ فَانْتَبَذْتُ مِنْهُ فَأَشَارَ إِلَيَّ فَجِئْتُهُ فَقُمْتُ عِنْدَ عَقِبِهِ حَتَّى فَرَغَ
Artinya:"Aku pernah bersama Nabi saw tiba di sebuah tempat pembuangan sampah suatu kaum di belakang dinding, maka beliau berdiri sebagaimana salah seorang dari kalian berdiri. Beliau pun kencing, lalu aku menjauh dan beliau memberikan isyarat agar aku berdiri di belakangnya dekat tumit beliau, hingga selesai." (HR Bukhori, Muslim, Ahmad, Tirmidzi, Nasa'i, Abu Dawud, Ibnu Majah & Ad-Darimi).
Dalam pandangan islam Salah satu adab dalam buang hajat yang baik adalah melakukannya dengan cara Jongkok, baik ketika membuang air kecil ataupun air besar. Buang hajat(kencing)dengan cara berdiri adalah pekerti yang kurang baik dan tidak dibenarkan oleh syariat. Dalam hal ini Sayyidah ‘Aisyah menjelaskan:
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ مَنْ حَدَّثَكُمْ أَنَّ رَسُوْلَ الله صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَالَ قَائِمًا فَلَا تُصَدِّقُوْهُ مَا كَانَ يَبُوْلُ إِلَّا جَالِسًا
Artinya:“Diriwayatkan dari ‘Aisyah rodliyallohu ‘anha beliau berkata, ‘Barangsiapa yang berkata bahwa Rosululloh kencing dengan berdiri, maka jangan kalian benarkan. Rosululloh tidak pernah kencing kecuali dengan duduk:" (HR An-Nasa’i).
Dalam hadits yang lain, Rosululloh secara tegas melarang kencing dengan cara berdiri. Larangan tersebut seperti yang tercantum dalam hadits riwayat Sahabat Jabir bin Abdillah:
نَهَى رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- أَنْ يَبُولَ الرَّجُلُ قَائِمًا
Artinya:“Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam melarang kencing dengan berdiri:"(HR Baihaqi).
Lantas apakah larangan dalam hadits di atas mengarah pada hukum haramnya kencing dengan cara berdiri? Atau hanya sebatas dimakruhkan? Para ulama menghukumi kencing dengan cara berdiri sebagai perbuatan yang makruh selama tidak ada uzur (kendala). Sehingga pelakunya tidak sampai terkena dosa, meski kencing sambil berdiri perbuatan boleh dan tidak boleh sebaiknya tetap dihindari.
Hukum makruh ini akan hilang tatkala seseorang memiliki uzur, seperti terdapat penyakit atau luka yang menyebabkan dirinya terasa berat (masyaqqah), ketika kencing dilakukan dengan duduk. Perincian hukum demikian, seperti yang dijelaskan oleh Syekh Sulaiman al-Bujairami:
ويكره أن يبول قائما من غير عذر لما روي عن عمر رضي الله عنه أنه قال : ما بلت قائما منذ أسلمت ، ولا يكره ذلك للعذر لما روى (النبي صلى الله عليه وسلم أتى سباطة قوم فبال قائما لعذر)
Artinya:"Makruh kencing dengan berdiri tanpa adanya uzur, hal ini berdasarkan perkataan Sahabat Umar rodliyallohu ‘anhu: "Aku tidak pernah kencing dengan berdiri sejak aku masuk Islam". Namun kencing dengan berdiri tidak dimakruhkan tatkala terdapat uzur, berdasarkan hadits ‘Nabi Muhammad mendatangi tempat pembuangan kotoran (milik) sekelompok kaum, lalu kencing dengan berdiri karena adanya uzur:"(Syekh Sulaiman al-Bujairami, Hasyiyah al-Bujairami ala al-Khatib, juz 2, hal. 158).
Hadits yang menjadi pijakan tidak makruhnya kencing dengan cara berdiri dalam referensi di atas, seolah-olah kontradiktif dengan hadits ‘Aisyah yang disebutkan di awal, yang tidak membenarkan bahwa Rosululloh pernah kencing dengan berdiri. Dalam menyikapi hal ini, tidak ada penjelasan yang lebih tegas dari apa yang disampaikan oleh Ibnu Hajar al-Haitami dalam karya monumentalnya, Fath al-Bari:
والصواب أنه غير منسوخ والجواب عن حديث عائشة أنه مستند إلى علمها فيحمل على ما وقع منه في البيوت وأما في غير البيوت فلم تطلع هي عليه
“Hal yang benar bahwa kedua hadits yang kontradiktif di atas tidaklah di-naskh (tidak diberlakukan salah satunya). Dalam menjawab hadits ‘Aisyah, bahwa beliau melandaskan perkataannya berdasarkan pengetahuan beliau semata (tentang cara kencing Rosululloh saw). Maka hadits ‘Aisyah diarahkan atas apa yang terjadi di rumah, adapun di selain rumah, Sayyidah ‘Aisyah tidak mengetahui secara pasti,” (Ibnu Hajar al-Haitami, Fath al-Bari, juz 1, hal. 330).
Maka dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hukum kencing dengan cara berdiri adalah perbuatan yang dimakruhkan, selama hal tersebut tidak dilakukan karena terdapat uzur yang menyebabkan seseorang merasa kesulitan (masyaqqah) ketika kencing dilakukan dengan cara berdiri.
Berdasarkan kesimpulan ini, maka sebaiknya sebisa mungkin bagi kita untuk menghindari kencing dengan cara berdiri selain karena uzur, meskipun realitas saat ini banyak sekali ditemukan tempat kencing yang menuntut seseorang melakukan kencing dengan cara berdiri. Tersedianya urinoir di berbagai tempat fasilitas umum dan sudah menjadi mode bagi toilet-toilet kekinian adalah di antara contohnya.
Jika masih memungkinkan mencari toilet lain untuk kencing dengan cara jongkok itu lebih baik. Bila tidak memungkinkan maka kondisi tersebut masuk kategori uzur. Betapapun, kita dianjurkan untuk senantiasa menetapi syariat yang terbaik dan tetap selektif termasuk dalam menyikapi berbagai tren masa kini. Wallohu a’lam.
Posting Komentar untuk "KENAPA KITA SEBAIKNYA JANGAN KENCING BERDIRI "