MENCABUT ATAU MENCUKUR BULU KEMALUAN YANG MENURUT SUNAHNYA
Bulu yang tumbuh di sekitar kemaluan laki-laki maupun perempuan diperintahkan untuk dirawat. Hal ini sebaiknya rutin di bersihkan dengan cara di cukur atau di cabutnya dan ini termasuk sunnah dan fithrah dalam diri manusia.
mencukur bulu dan rambut kemaluan hukumnya disyariatkan dan tidak dilarang oleh agama Islam. di bawah ini ada beberapa dalil yang bisa dijadikan sebagai rujukanya.
Dari Aisyah radhiallahu ‘anha, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
عن عائشة قالت قال رسول الله صلى الله عليه وسلم عشر من الفطرة قص الشارب وإعفاء اللحية والسواك والاستنشاق بالماء وقص الأظفار وغسل البراجم ونتف الإبط وحلق العانة وانتقاص الماء يعني الاستنجاء بالماء
Artinya:"Ada sepuluh hal dari fitrah (manusia); memangkas kumis, memelihara jenggot, bersiwak, istinsyaq (menghirup air ke dalam hidung), potong kuku, membersihkan ruas jari-jemari, mencabut bulu ketiak, mencukur bulu kemaluan dan istinjak (cebok) dengan air:"(HR Muslim, Abu Dawud, Turmudzi, Nasa’i, dan Ibnu Majah).
Dalam mencukur rambut kemaluan, disunnahkan untuk dilakukan secara teratur dan tidak lebih dari 40 hari. Hal tersebut sesuai dengan hadis dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu. Beliau mengatakan:
وقت لنا في قص الشارب وتقليم الأظفار ونتف الإبط وحلق العانة أن لا نترك أكثر من أربعين ليلة
Artinya:"Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memberikan batasan waktu kepada kami untuk memotong kumis, memotong kuku, mencabuti bulu ketiak, dan mencukur bulu kemaluan, agar tidak dibiarkan lebih dari empat puluh hari:"(HR Muslim, Abu Dawud, dan An-Nasa’i).
Hikmah dari mencabut bulu ketiak menurut keterangan adalah bahwa ketiak merupakan tempat persemayaman bau tak sedap. Sebab di situ biasanya merupakan tempat daki dan bercampur dengan keringat. Dengan mencabutnya setidaknya bisa mengurangi bau tersebut.
Lain halnya ketika bulu ketiak itu dicukur atau dipotong, bukan dicabut. Pencukuran bulu ketiak akan menyebabkan pertumbuhannya menjadi semakin lebat dan menambah bau ketiak. Oleh karenanya rekomendasi yang diberikan adalah pencabutan bulu ketiak bukan pencukuran. Sebagaimana yang kami pahami dari keterangan berikut ini.
اَلْحِكْمَةُ فِي نَتْفِهِ أَنَّهُ مَحَلٌّ لِلرَّائِحَةِ الكَرِيهَةِ وَإِنَّمَا يَنْشَأُ ذَلِكَ مِنَ الْوَسَخِ اَلَّذِي يَجْتَمِعُ بِالْعَرَقِ فِيهِ فَيَتَلَبَّدُ وَيهِيجُ فَشُرِعَ فِيهِ النَّتْفُ اَلَّذِي يُضْعِفُهُ فَتَخِفُّ الرَّائِحَةُ بِهِ بِخِلَافِ الْحَلْقِ فَإِنَّهُ يُقَوِّي الشَّعْرَ وَيُهَيِّجُهُ فَتَكْثُرُ الرَّائِحَةُ لِذَلِكَ
Artinya:"Hikmah dari mencabut bulu ketiak adalah bahwa ketiak merupakan tempat bersemayamnya bau tak sedap. Dan bau tak sedap itu akibat dari daki yang bercampur dengan keringat yang ada di dalam ketiak yang kemudian menyebabkan bulu ketiak menjadi kempal dan lebat. Lantas disyariatkan mencabut bulu di ketiak dimana pencabutan tersebut bisa melemahkan bulu ketiak kemudian mengurangi baunya. Berbeda dengan mencukurnya yang malah menguatkan bulu dan melebatkannya sehingga semakin menambah bau (tak sedap) ketiak tersebut:"(Lihat Ibnu Hajr Al-Asqalani, Fathul Bari bi Syarhi Shahihil Bukhari, Beirut, Darul Ma’rifah, 1379 H, juz X, halaman 344).
Lantas jika yang direkomendasikan adalah pencabutan bulu ketiak, apakah boleh mencukurnya? tentu diperbolehkan juga mencukur bulu ketiak dan berhak mendapatkan kesunahan, meskipun hal ini kurang afdhal. Sebab, yang afdhal adalah mencabutnya sebagaimana bunyi redaksi haditsnya.
أَمَّا نَتْفُ الْإِبْطِ فَسُنَّةٌ بِالْاِتِّفَاقِ وَالْأَفْضَلُ فِيهِ اَلنَّتْفُ لِمَنْ قَوِيَ عَلَيْهِ وَيَحْصُلُ أَيْضًا بَالْحَلَقِ وَبِالنُّورَةِ
Artinya:"Menurut kesepakatan para ulama, mencabut bulu ketiak adalah sunah. Afdhalnya dalam hal ini mencabutnya bagi orang yang memang kuat menahan sakitnya, kendati demikian kesunahan tersebut bisa diperoleh dengan mencukur atau menghilangkannya dengan memakai tawas."
Inti dari penjelasan itu adalah penjagaan kebersihan, di mana untuk kasus bulu ketiak sebaiknya dicabut bagi orang yang memang mampu menahan rasa sakitnya. Berbeda dengan bulu kemaluan di mana cukup hanya dengan mencukur sudah dianggap cukup untuk membersihkannya. Di samping itu mencabut bulu kemaluan tentunya akan menimbulkan rasa sakit yang luar biasa, karenanya rekomendasi yang diberikan adalah dengan mencukurnya.
Namun rekomendasi pencukuran bulu kemaluan itu menurut keterangan yang kami pahami dalam kitab Tuhfatul Habib ‘ala Syarhil Khathib itu diperuntukkan untuk laki-laki. Sedang untuk perempuan sebaiknya atau yang afdhal adalah mencabutnya.
Salah satu hikmahnya adalah menurut para ulama bahwa mencabut bulu kemaluan itu bisa mengendalikan syahwat, sedang mencukurnya itu bisa menguatkannya. Berbeda dengan para para ulama tersebut adalah argumen yang dikemukakan oleh Madzhab Maliki yang menyatakan bahwa mencabut bulu kemaluan (bagi perempuan) itu bisa melembutkan kemaluannya.
وَالْأَفْضَلُ لِلذَّكَرِ الْحَلْقُ وَلِغَيْرِهِ النَّتْفُ، وَقَالُوا فِي حِكْمَتِهِ، إنَّهُ يُضْعِفُ الشَّهْوَةَ، وَالْحَلْقُ يُقَوِّيهَا وَعَكَسَ الْمَالِكِيَّةُ. وَقَالُوا: لِأَنَّ نَتْفَهَا يُرْخِي الْفَرْجَ
Artinya:"Yang paling afdhal bagi laki-laki adalah mencukur bulu kemaluan, sedangkan bagi perempuan adalah mencabutnya. Para ulama berkata tentang hikmahnya, ‘Bahwa mencabut bulu kemaluan itu bisa mengendalikan syahwat, sedang mencukurnya itu bisa menguatkan syahwat. Berbeda dengan ulama dari kalangan Madzhab Maliki, mereka menyatakan; ‘Karena mencabut bulu kemaluan (bagi perempuan) itu bisa melembutkan kemaluannya:"(Lihat Sulaiman Al-Bujairimi, Tuhfatul Habib ‘ala Syarhil Khathib, Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyyah, cet ke-1, 1417 H/1996 M, juz I, halaman 337).
Menarik apa yang dikemukakan oleh para ulama tersebut mengenai hikmah pencabutan dan pencukuran bulu kemaluan. Rekomendasi bagi perempuan adalah pencabutan bulu kemaluan karena dianggap dapat mengendalikan syahwatnya. Sedangkan menurut pandangan dari Madzhab Maliki hal itu dianggap bisa melembutkan kemaluannya.
Sedang untuk laki-laki direkomendasikan untuk mencukurnya karena diangap akan mampu menambah daya vitalitasnya. Kendati demikian bahwa yang afdhal bagi perempuan mencabut bulu kemaluan.
Tetapi hemat kami, pandangan ini harus dibaca dalam konteks bagi perempuan yang memang sanggup menahan rasa sakitnya. Jika memang tidak sanggup, maka mencukur bulu kemaluannya juga tidak menjadi masalah dan berhak mendapatkan kesunahan, meskipun tidak mendapatkan keafdhalan atau keutamaan. Sebab, yang utama menurut pandangan ini adalah mencabutnya.
Posting Komentar untuk "MENCABUT ATAU MENCUKUR BULU KEMALUAN YANG MENURUT SUNAHNYA"